Pelu Sinergi Pengembangan Wisata Solo Malang
(1467 Views) November 17, 2015 7:18 am | Published by admin | No commentDutaWisata.Co.Id Solo - DUA kota ini, memang memantabkan diri sebagai kota tujuan wisata, meski keduanya memiliki basis potensi berbeda. Kota Batu yang secara geografis berada di lereng pegunungan, tentu kaya akan potensi keindahan alam, dan Solo yang merupakan kota bekas kerajaan, mengandalkan sektor budaya. Namun kreativitas mengelola potensi masing-masing, menjadi kunci bagi pengembangan dunia kepariwisataan ke depan.
Beruntung, walau baru berdiri sebagaia kota mandiri pada tahun 2001 silam, Kota batu sudah tumbuh menjadi daerah tujuan wisata alam sejak zaman Belanda yang diantaranya termanivestasikan pada Selecta, sebuah taman wisata alam cukup indah dan sejuk. Dalam perkembangan terakhir, Kota Batu bak surga bagi kaum ivestor untuk menanamkan investasi dalam bidang pariwisata. Alhasil, sampai sekaranag, tak kurang dari 6 obyek wisata baru besutan investor yang tergabung dalam Jatim Park, dengan tawaran pesona saling berbeda.
Begitu terrencana tata ruang obyek wisata buatan yang umumnya menawarkan wahana permainan, sehingga antara obyek wisata satu dengan yang lain hanya memerlukan jarak tempuh tak lebih dari 15 menit. “Ada 3 obyek wisata di Batu, semua dikelola investor, sehingga pengembangan relatif cepat, sebab pemodal tentu terdorong segera memperoleh keuntunagan,” ungkap Kepala Seksi Bimbingan Dan Pelatihan Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Pariwisata, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu, Mulyo Adji, saat sejumlah jurnalis Solo melakukan media gathering di Batu akhir pekan lalu.
Praktis Pemerintah Kota (Pemkot) Batu, sebatas memberikan kemudahan bagi investor yang hendak menanamkan investasinya, serta penyediaan infrastruktur memadai. Ketika semua obyek wisata dikelaola swasta, ujarnya, Pemkot memang tidak memperoleh pendapatan secara langsung. Namun dari pembayaran retribusi yang terkait dengan dunia pariwisata, pada tahun 2015, mampu didulang Pendapatan Asli daerah (PAD) sebesar Rp 580 miliar atau hampir 80 persen dari total pendapatan senilai Rp 725 miliar. Bahkan pada tahun 2016, diproyeksikan PAD Kota Batu naik menjadi Rp 1 triliun.
Selain itu, multi player effect dari pengembangan wisata itu bagi masyarakat, memunculkan keuntungan tersendiri. Taruhlah petani apel atau aneka sayuran, yang semula hanya mengandalkan hasil panen untuk kepentingan konsumsi, sekarang dapat melipatgandakan dengan menempelkan aspek wisata. Terciptalah kemudian wisata petik apel, petik sayur dan sebagaianya, yang dapat memberi nilai tambah pada hasil pertanian. Daam hal ini, hanya memerlukan perubahan mindset dari petani menjadi pelaku wisata.
Lalu, bagaimana halnya dengan pengembangan pariwisata Solo, hampir musykil untuk menarik investor membanagun obyek wisata buatan, karena memang tidak memiliki lahan memadai. Satu-satunya obyek wisata yang memungkinkan dikembangkan dengan menggandeng investor, hanya Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ). Itupun agak susah, sebab selain luas lahan yang relatif terbatas, juga beban fungsi TSTJ sebagai media konservasi satwa.
Tak dapat dipungkiri, pengembangan wisata Solo mesti mengacu pada budaya dengan sentuhan kreativitas kalangan pelaku pariwisata, dengan menjual paket-paket unik yang tidak dimiliki daerah lain. Menggarap potensi budaya, memang relatif lebih rumit dibanding memoles potensi alam, Ujar Anton, salah satu pelaku wisata bidang kuliner dan cinderamata di Batu, dan ini memerlukan waktu cukup lama, dan promosi cukup intens.
Sejauh pengamatannya, sudah banyak pelaku pariwisata di Solo melakukan terobosan kreativitas, dan itu membuahkan hasil luar biasa. Hanya saja, mungkin hal itu tak begitu tampak, tak seperti halnya pengembangan wisata buatan seperti halnya di Batu, yang begitu selesai dibangun, saat itu juga dapat dijual. Apalagi, pangsa pasar sebatas wisatawan domestik, proses promosi relatif lebih cepatd an terarah. Kalaupun dipaksakan berpromosi ke luar negeri, menurut Anton akan sia-sia, sebab wahana permainan di manca negara, jauh lebih bagus dan sensasional.
Wisatawan asing datang ke Batu yang menurut catatan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan hanya 16 ribu orang per tahun, lebih dipengaruhi pesona alam pegunungan. “Wisatawan asing tak bakal tertarik mengunjungi Jatim Park, Museum Angkut, Museum Reptil dan sebagainya, tapi mereka lebih tertarik pada wisata alam, seperti petik buah, petik sayur dan sebagainya,” ujar Anton.
No comment for Pelu Sinergi Pengembangan Wisata Solo Malang