Megibung Tradisi Makan Bersama Khas Karangasem Bali Sejak Abad 17
(44 Views) March 27, 2017 1:59 pm | Published by admin | No commentDutaWisata.Co.Id, Karangasem - Megibung Tradisi Makan Bersama Khas Karangasem Bali Sejak Abad 17. Bali mengenal tradisi megibung. Dalam tradisi ini, orang-orang menikmati aneka lauk secara bersama-sama dalam satu wadah. Berbagi lauk dan nasi. Belum lama ini sempat heboh foto di media sosial yang menampakkan anggota Pramuka di Tangerang makan bersama di atas tanah tanpa alas. Kejadian ini mendapat kritik dari berbagai pihak, termasuk Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka Ahdyaksa Dault.
Sebenarnya tradisi makan bersama memang sudah ada sejak lama di berbagai wilayah Indonesia. Namun tentu saja proses ini memakai alas makan. Biasanya berupa satu batang daun pisang. Megibung atau bersantap gaya banjar termasuk salah satu tradisi makan bersama yang cukup populer. Kini jadi istilah untuk makan bersama di Bali. Bisa dilakukan di rumah hingga balai banjar jika jumlah tamu besar. Asal Megibung berasal dari kata “gibung”. Dalam bahasa Bali, kata ini berarti berbagi satu sama lain.
Raja Karangasem, I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem, konon merupakan yang pertama mengawali tradisi ini pada tahun 1614 Caka atau 1692 Masehi. Ketika sedang beristirahat dalam perjalanan menaklukan raja-raja di Lombok, ia menganjurkan prajurit makan bersama dalam posisi melingkar. Ini dilakukan untuk meningkatkan motivasi mereka.
Saat Megibung, orang-orang akan duduk bersama sambil menikmati makanan. Kegiatan ini diisi dengan berbagi cerita hingga tukar pikiran. Sehingga Megibung lekat dengan tradisi masyarakat baik dalam upacara keagamaan, adat, pernikahan atau kegiatan sehari-hari.
Masyarakat Hindu maupun Islam di sana ikut melaksanakan tradisi megibung. Contohnya saja ketika perayaan pura, ngaben maupun Maulid Nabi. Perbedaan Megibung umumnya terletak pada bahan untuk lauk pauk. Dalam sebuah acara, Megibung biasa dilakukan sebelum para tamu pulang. Mereka diajak makan sebagai tanda terima kasih dan juga jalinan keakraban serta kekeluargaan.
Secara tradisi, tamu membentuk sela (kelompok) berisi 5-8 orang. Mereka duduk bersila dalam lingkaran. Tiap kelompok dipimpin seorang pepara yang bertugas menuang nasi dan lauk dalam wadah. Gibungan atau hidangan untuk Megibung bisa berupa babi yang diolah jadi sate, lawar, komoh, gegubah, atau pepesan. Disamping itu ada olahan daging ayam, kambing atau sapi.
Lawar dan uraban biasa disantap paling awal. Lauk spesial seperti sate dan gegubah dimakan paling akhir supaya menghemat daging tapi tetap memberi rasa kenyang. Proses makan dilakukan bersama memakai tangan. Sehingga perlu mencuci tangan sebelum makan. Terdapat etika lainnya juga seperti tidak menjatuhkan sisa makanan dari mulut ke atas nampan, tidak bersin, tidak mengambil makanan orang sebelah dan sisa-sisa dibuang di atas daun pisang yang telah disediakan.
Jika ada kelompok yang sudah selesai, harus menunggu dulu kelompok lainnya. Apabila semua sudah selesai, mereka dapat mencuci tangan. Baru kemudian meninggalkan tempat makan bersama-sama sebagai lambang kebersamaan.
Bali punya tradisi makan yang unik. Megibung merupakan tradisi turun-temurun yang berlangsung sejak abad 17. Dalam tradisi Megibung, satu paket makanan dimakan bersama-sama oleh beberapa orang.
Megibung berasal dari kata gibung yang mendapat awalan me- (melakukan suatu kegiatan). Gibung berarti kegiatan dilakukan banyak orang, dimana saling berbagi satu dengan lainnya. Saat berlangsung megibung, orang-orang akan duduk makan bersama sambil bertukar pikiran, berbagi cerita hingga bersenda gurau.
Tradisi ini dilakukan masyarakat Karangasem yang terletak di ujung timur Bali. Megibung sudah menjadi tradisi masyarakat Karangasem dalam melakukan upacara keagamaan, adat ataupun kegiatan sehari-hari. Baik masyarakat beragama Hindu maupun Islam, ikut menjalankannya. Misalnya saat pernikahan, perayaan pura, acara tiga bulanan, ngaben hingga Maulid Nabi. Perbedaan terletak pada bahan untuk lauk pauknya.
Megibung awalnya diperkenalkan Raja Karangasem, I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem, sekitar tahun 1614 Caka atau 1692 Masehi. Saat itu ia melakukan perjalanan untuk menaklukan raja-raja di Lombok. Ketika sedang beristirahat dari peperangan, raja menganjurkan prajurit makan bersama dalam posisi melingkar. Ini untuk meningkatkan motivasi prajurit agar tetap berjuang dan pantang menyerah. Konon raja pun ikut serta makan bersama prajurit saat Megibung.
Ada beragam hidangan yang disebut Gibungan tersaji untuk Megibung. Salah satunya babi yang diolah menjadi sate, lawar, komoh, gegubah, pepesan dan lannya. Selain babi, daging ayam, kambing atau sapi juga bisa dipakai sebagai sajian.
Biasanya megibung mulai berlangsung sebelum tamu undangan pulang. Mereka diajak makan sebagai tanda terima kasih atas kedatangan dan bantuan dalam keberlangsungan suatu acara. Selain itu, bertujuan juga untuk menjalin keakraban dan kekeluargaan.
Dalam melaksakan Megibung ada aturan umum yang berlaku. Sebelum makan, tamu membentuk sela atau kelompok dari lima sampai delapan orang. Mereka duduk bersila dalam lingkaran. Tiap kelompok dipimpin seorang pepara yang bertugas menuang nasi dan lauk dalam wadah.
Nasi disajikan dalam satu wadah (nare besar). Pelengkap lauknya berupa sate lilit, sate kablet, pepes, uraban, lawar, komoh, gegubah dan lainnya yang ditempatkan pada satu wadah lainnya (nare kecil).
Aturannya, lawar dan uraban disantap paling awal. Sedangkan lauk spesial seperti sate dan gegubah dimakan paling akhir. Ini agar bisa menghemat daging namun tetap memberi rasa kenyang dan kenikmatan menyantapnya.
Proses makan dilakukan secara bersamaan dan menggunakan tangan. Etika lainnya yang perlu diperhatikan adalah mencuci tangan sebelum makan, tidak menjatuhkan sisa makanan dari mulut ke atas nampan, tidak bersin, tidak kentut dan tidak mengambil makanan disebelahnya.
Setelah menyelesaikan makan, tamu akan meninggalkan tempat makan secara bersama-sama sebagai lambang kebersamaan. Jika dalam acara magibung ada 6 kelompok, maka kelompok yang sudah selesai harus menunggu kelompok lainnya. Setelah semua kelompok selesai makan, mereka bisa meninggalkan tempat makan dan mencuci tangan. Pada tahun 2006, pemerintah Karangasem pernah mengadakan acara Megibung massal untuk memecahkan rekor MURI. Megibung yang diadakan di Taman Sukasada Ujung Karangasem dihadiri lebih dari 20.000 ribu orang.
No comment for Megibung Tradisi Makan Bersama Khas Karangasem Bali Sejak Abad 17